Anies Baswedan berprestasi menetapkan upah minimum provinsi (UMP) Jakarta tahun 2022 naik menjadi 5,1%. Sebelum kebijakan ini muncul ada berbagai rangkaian kebijakan dari pemerintah pusat soal UMP 2022. Awalnya Kementerian Ketenagakerjaan memberikan arahan kepada para kepala daerah termasuk Gubernur DKI masa itu, Anies Baswedan bahwa kenaikan upah minimum rata-rata seharusnya berada di angka 1,09%.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengumumkan simulasi kenaikan rata-rata UMP 2022 itu berdasarkan PP No 36 tahun 2021 tentang pengupahan.
"Setelah melakukan simulasi, tentu akan ditetapkan gubernur, nilainya berdasarkan data BPS rata-rata kenaikan upah minimum 1,09%. Ini rata-rata nasional, kita tunggu saja para gubernur," kata Ida dalam pernyataan resmi, Selasa (16/11).
Para gubernur dapat menetapkan UMP 2022 paling lambat 21 November 2021, karena tanggal tersebut jatuh pada hari libur maka penetapan paling lambat sehari sebelumnya yaitu 20 November 2021. Sedangkan UMK ditetapkan paling lambat 30 November 2021. Meski demikian, namun pemerintah pusat enggan kecolongan jika ada kepala daerah yang menetapkannya lebih tinggi dari simulasi tersebut. Karenanya, Ida juga mengancam kepala daerah yang tidak mengikuti ketentuan.
"Mendagri sudah menyampaikan surat kepada gubernur terkait ketentuan upah minimum, dalam surat tersebut juga disampaikan sanksi kepada gubernur atau kepala daerah yang tidak memenuhi kebijakan pengupahan ini," katanya.
Saat itu Anies menetapkan kenaikan UMP 2022 sebesar Rp. 37.749 atau 0,85 persen menjadi Rp. 4.453.935 per bulan. Sehingga keputusannya itu mengundang protes keras dari kalangan buruh. Mereka berkali-kali mengadakan aksi unjuk rasa di depan Balaikota DKI Jakarta.
"KSPI minta gubernur di seluruh Indonesia dalam menetapkan upah minimum baik UMP maupun UMK 2022 harus mengacu UU 13 tahun 2003 dan PP 78 2015, dengan kata lain seluruh gubernur di wilayah RI wajib mencabut SK perihal UMP termasuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan," sebut Said Iqbal.
Buruh menilai angka tersebut sangat kecil. Semula buruh menuntut adanya kenaikan sebesar 10%, namun kemudian justru menurunkan permintaannya.
"Agar dinaikkan upah 4-5% baik upah minimum provinsi dan upah minimum kota, kami ada angka kompromi 4-5% di sel wilayah RI. Gubernur Anies Baswedan harus mengubah SK tersebut, Bupati dan Walikota yang belum mengeluarkan UMK kami minta naikkan 4-5%," sebut Said.
Nyatanya, Anies menaikkan lebih tinggi dari batas permintaan buruh, yakni sebesar 5,1% atau senilai Rp. 225.667. Dengan kenaikan UMP tersebut pemrrov DKI mengharapkan daya beli masyarakat tidak turun tahun depan.
"Dengan kenaikan Rp. 225 ribu per bulan, maka saudara-saudara kita, para pekerja dapat menggunakannya sebagai tambahan untuk keperluan sehari-hari. Yang lebih penting adalah melalui kenaikan UMP yang layak ini, kami berharap daya beli masyarakat atau pekerja tidak turun," kata Anies dalam siaran persnya, Sabtu (18/12/2021) lalu.
Dia menegaskan, keputusan menaikkan UMP DKI Jakarta menjunjung asas keadilan bagi pihak pekerja, perusahaan dan pemprov DKI Jakarta. Namun demikian, angka kenaikan ini memang lebih rendah dari rata-rata kenaikan UMP DKI dalam enam tahun terakhir yang sebesar 8,6% per tahun.
"Kami menilai kenaikan 5,1% ini suatu kelayakan bagi pekerja dan tetap terjangkau bagi pengusaha. Ini juga sekaligus meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat. Ini wujud apreasi bagi pekerja dan juga semangat bagi geliat ekonomi dan dunia usaha. Harapan kami ke depan, ekonomi dapat lebih cepat derapnya demi kebaikan kita semua," terangnya.
Meski sudah ada ancaman tegas, nyatanya Anies tetap pada pendiriannya. Ia tetap merevisi UMP DKI Jakarta tahun 2022 melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta 1517/2021 tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta 2022.
"Menetapkan UMP 2022 di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebesar Rp 4.641.854 per bulan," tulis Anies dalam diktum pertama aturan tersebut, dikutip Senin (27/12/2021) lalu.
Dalam keputusan tersebut, Anies juga meminta kepada kalangan pengusaha bisa membayar upah sesuai dengan kenaikan yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi.
"Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari UMP yang ditetapkan dalam diktum kesatu," tulis Anies.
Bahkan, Anies mengancam kalangan pengusaha yang tidak menjalankan keputusan tersebut dengan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Perusahaan yang melanggar ketentuan dalam diktum ketiga, keempat dan kelima dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis Anies.